Sahabat! Kami rindu padamu. Rindu berkunjung ke rumahmu lagi. Kau harus lihat kebahagiaan alima ketika mengumpulkan bunga liar kuning di sepanjang jalan menuju rumahmu. Sedangkan aku & nisa tak henti-hentinya menghirup dalam-dalam udara segar beraroma rumput yang baru disabit peternak. Bukan karena kami tak mau melakukan hal yang sama dengan alima. Bagi kami, bisa mengatur nafas untuk menapaki lereng curam ke rumahmu sudah menakjubkan.
Subhanallah, perjalanan yang indah menuju 525 m diatas permukaan laut, sebanding dengan beberapa bukit besar di sekitarnya, palasari. Sesekali, kami berhenti. Sekedar mencari tempat datar untuk memijakkan kaki. Mencuri waktu untuk menghela nafas panjang serta mengagumi ciptaan Allah yang dianugerahkan sebagai tempat tinggalmu. Mengagumimu sahabat! Sebagai remaja yang harus berjuang keras menapaki jalan yang curam untuk pergi & pulang sekolah serta mengaji.
Semoga Allah, memberkahimu dengan segala kebaikan, untuk mengganti langkah-langkah kecilmu ke sekolah dan ke tempat kita biasa mengaji. Kami pun berharap kepada Allah, kebaikan atas kunjungan kami. Seperti sabda rasulullah tercinta: “tidaklah seorang muslim yang mengunjungi muslim yang lain kecuali Allah mengutus 70 rb malaikat untuk mengucapkan shalawat (memohonkan ampun) untuknya. Kapanpun pada waktu siang,berlangsung sampai sore. Jika pada waktu malam berlangsung sampai subuh” (hadits dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Musnad al-Imam Ahmad, juz 2 hal 473)
Dan sahabat! Kebahagiaan kami bertambah-tambah,ketika sampai di rumahmu. Keluarga yang hangat menyapa kami. Sehangat goreng opak dadakan dari ibumu. Alima & nisa terus mengunyahnya. Hmm... aku pun demikian. Lalu kita terlibat pembicaraan yang mengasyikkan. Tentang teman-teman sekolah, tentang pemikiran mereka & orientasi hidup mereka.
Memang sulit sahabat! Urat syarafku masih merasakan nyeri itu,ya... dipandang berbeda oleh teman-teman sekolah ketika memegang teguh al qur'an dan as sunnah. Tekanan untuk hidup normal saja seperti remaja lain yang tidak menjaga agamanya memang menghimpit dada pada umurmu. Tapi mungkin itulah hikmahnya kita berada diantara mereka. Menuai kebaikan yang dijanjikan Allah atas sakit yang kita terima ketika kita memegang bara api (islam) agar tidak padam, seperti sabda kekasih Allah, rasulullah Muhammad : “sesungguhnya seorang muslim apabila dia berinteraksi dengan masyarakat dan dia sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (akibat interaksi tersebut) itu lebih baik dibanding seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat (uzlah) dan tidak sabar dengan hal-hal yang menyakitkan dari mereka(akibat interaksi tersebut)”. (Hadits dikeluarkan oleh Imam at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi juz 9 hal416)
Sahabat! salam ukhuwah dari kami semua. kami menantimu di bawah pohon rindang itu lagi, seperti senja itu. seminggu selepas kami mengunjungimu. Kita bercengkerama diatas terpal kecil yang digelar nisa di halaman rumahnya. Kita meneguhkan janji, mengambil jalan dakwah sebagai pilihan atas kesadaran. Tak cukup berharga apa2 di dunia ini untuk menggantikanya.
Rasulullah SAW bersabda pada Ali Ibn Thalib (RA):
“Wahai Ali, sungguh kalau seandainya Allah memberi hidayah pada seorang laki-laki melalui engkau itu lebih baik bagimu dibanding apa-apa yang matahari terbit diatasnya” (Hadits dikeluarkan oleh al-Hakim, al-Mustadrak ala ash-Shahihaini, juz 15 hal 199)
penulis: Ekha Subara