Memiliki lingkungan yang kondusif untuk tumbuh dan berkembang tentu menjadi cita-cita bersama. Sesuai dengan fitrah manusia, lingkungan yang tentram jauh dari kemaksiatan akan diimpikan. Hal ini sejalan dengan visi Kabupaten Sumedang untuk menjadi kabupaten yang agamis. Namun seperti sudah menjadi rahasia umum, perilaku seks bebas marak terjadi di dua titik kawasan pendidikan Kabupaten Sumedang. Jatinangor sebagai pusat pendidikan nasional dengan 3 institusi perguruan tinggi negerinya serta kawasan angkrek di pusat kota Sumedang sebagai alternatif pendidikan tinggi tingkat lokal di kawasan timur Jawa Barat.
Dari hasil razia yang dilakukan Polsek Jatinangor, terjaring enam pasangan bukan muhrim (Sumedang Ekspres 28 /01/13). Mereka adalah pasangan mahasiswa dan masyarakat umum yang diduga kumpul kebo karena tidak bisa menunjukkan surat nikah. Razia ini dilakukan dengan menyisir tempat kos beserta hotel melati di seputar Jatinangor. Namun seperti diketahui bersama, hasil tersebut menyimpan potensi fenomena gunung es. Tentu masih banyak pasangan tidak syah yang lolos dari razia tersebut dengan berbagai alasan.
Tidak jauh dengan kawasan pendidikan berlevel nasional, kawasan angkrek sebagai pusat pendidikan level lokal pun merujuk pola yg sama. Warga yang tinggal di sekitar tempat kosan di wilayah Sumedang kota , dibuat geram oleh ulah penghuni kosan yang kerap memasukan tamu laki-laki yang berbeda pada malam hari. Warga menduga kosan tersebut digunakan sebagai tempat mesum (Kabar priangan, 28/01/13)
Tidak aneh, Kabupaten Sumedang menjadi tempat epidemi HIV/AIDS. Menurut Direktur RSUD Sumedang, Dr. H. Hilman Taufik, M.Kes, berdasarkan data kumulatif HIV dan AIDS tahun 2004 hingga September 2012, penderita yang sudah terinfeksi HIV sebanyak 90 orang, AIDS 107 orang dan penderita yang meninggal dunia akibat HIV/AIDS sebanyak 63 orang. Kasus HIV/AIDS ditemukan di semua kecamatan di Kab. Sumedang, kecuali Kec. Surian dan Ganeas (http://m.pikiran-rakyat.com/node/207661)
Selain itu, kehamilan tidak diinginkan beserta pernikahan akibat kecelakaan meningkat tiap tahunnya. Hal ini, menurunkan kualitas hidup generasi & pola relasi keluarga di masyarakat. Berbagai ekses negatif muncul dari permasalahan seks bebas. Para orang tua yang kecewa dengan perilaku anaknya dan masa depan yang rumit dijalani bagi pasangan seks bebas tersebut karena tuntutan orang tua untuk menikah meski tanpa kesiapan.
HAM agama baru ?
Tidak bisa dipungkiri perilaku seks bebas diakibatkan adanya pergeseran nilai di tengah-tengah masyarakat khususnya pelajar dan mahasiswa. Kepuasan jasadiyah seakan menjadi orientasi tak berakhir tanpa memperhatikan dampak lain. penerapan sistem Kapitalisme yang mengagungkan kebebasan individu dalam hal berperilaku, beragama, berpendapat dan kepemilikan menguatkan pergeseran nilai ini. Kebebasan individu lahir dari keyakinan/akidah sekularisme yang meniadakan peran Sang Pencipta untuk mengatur kehidupan. Manusialah yang berhak membuat aturan.
Muncullah Hak Asasi manusia (HAM) yang dianggap ide modern yang membawa manusia kepada peradaban lebih tinggi. Namun sesungguhnya tameng HAM membawa kesengsaraan pada individu dengan menuhankan kebebasan diri sendiri.
Selain itu, tameng HAM hanya menjadikan upaya kontrol sosial terhalang budaya permisif. Masyarakat merasa tidak bertanggung jawab untuk menghentikan aktivitas-aktivitas seks bebas yang ada di sekitarnya. Saat ini anak remaja yang berpacaran sudah dianggap biasa dan dianggap gaul. Bahkan yang tidak berpacaran dianggap aneh dan dicurigai sebagai perbuatan yang tidak normal. Aktivitas pacaran yang mendekati perbuatan zina (berdua-duaan, berpegangan tangan, berciuman di depan umum, bahkan hubungan seks) dianggap sebagai konsekuensi kehidupan yang modern.
Ketika ada pihak yang berani melakukan kontrol sosialnya seperti yang dilakukan warga daerah angkrek dengan menginterogasi tamu laki-laki sepulang menemui penghuni kosan, hal ini sulit ditindak lanjuti. Terlebih, ketika masalah itu disampaikan kepada pemilik kosan, tidak mendapat respon. “ Meski pun geram, tetapi warga disini tidak bisa berbuat apa-apa. Jeleknya lagi ada segelintir pemuda yang memanfaatkan untuk minta ‘gratisan‘ kepada penghuni kosan yang sudah diketahui ‘nyambi’ jadi PSK (Kabar priangan, 28/01/13)
Ketiadaan payung hukum yang jelas, justru membuat masyarakat yang ingin melakukan kontrol sosial merasakan bumerang atas kepedulian yang dilakukan. Padahal apa yang dilakukan demi ketertiban dan dan ketentraman masyarakat bersama. Maklum saja Negara saat ini bukan berfungsi sebagai pengurus dan pelayan rakyat, penjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan seluruh rakyatnya, serta penjaga moral dan akidah masyarakat. Negara tidak memiliki jaminan hukum untuk menghapus sarana dan prasarana yang menunjang maraknya perilaku seks bebas. Negara juga tidak memiliki kepastian hukum untuk menindak tegas segala bentuk kejahatan, termasuk kejahatan asusila. Pasalnya, negara telah dipasung oleh kebebasan individu yang dijamin atas nama HAM (Hak Asasi Manusia). HAM telah melegalisasi setiap individu untuk berperilaku bebas, termasuk melakukan seks bebas. Negara membiarkannya bahkan memfasilitasi sarana prasarana yang memungkinkan untuk diakses dalam melakukan perbuatan seks bebas.
Muncullah Hak Asasi manusia (HAM) yang dianggap ide modern yang membawa manusia kepada peradaban lebih tinggi. Namun sesungguhnya tameng HAM membawa kesengsaraan pada individu dengan menuhankan kebebasan diri sendiri.
Selain itu, tameng HAM hanya menjadikan upaya kontrol sosial terhalang budaya permisif. Masyarakat merasa tidak bertanggung jawab untuk menghentikan aktivitas-aktivitas seks bebas yang ada di sekitarnya. Saat ini anak remaja yang berpacaran sudah dianggap biasa dan dianggap gaul. Bahkan yang tidak berpacaran dianggap aneh dan dicurigai sebagai perbuatan yang tidak normal. Aktivitas pacaran yang mendekati perbuatan zina (berdua-duaan, berpegangan tangan, berciuman di depan umum, bahkan hubungan seks) dianggap sebagai konsekuensi kehidupan yang modern.
Ketika ada pihak yang berani melakukan kontrol sosialnya seperti yang dilakukan warga daerah angkrek dengan menginterogasi tamu laki-laki sepulang menemui penghuni kosan, hal ini sulit ditindak lanjuti. Terlebih, ketika masalah itu disampaikan kepada pemilik kosan, tidak mendapat respon. “ Meski pun geram, tetapi warga disini tidak bisa berbuat apa-apa. Jeleknya lagi ada segelintir pemuda yang memanfaatkan untuk minta ‘gratisan‘ kepada penghuni kosan yang sudah diketahui ‘nyambi’ jadi PSK (Kabar priangan, 28/01/13)
Ketiadaan payung hukum yang jelas, justru membuat masyarakat yang ingin melakukan kontrol sosial merasakan bumerang atas kepedulian yang dilakukan. Padahal apa yang dilakukan demi ketertiban dan dan ketentraman masyarakat bersama. Maklum saja Negara saat ini bukan berfungsi sebagai pengurus dan pelayan rakyat, penjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan seluruh rakyatnya, serta penjaga moral dan akidah masyarakat. Negara tidak memiliki jaminan hukum untuk menghapus sarana dan prasarana yang menunjang maraknya perilaku seks bebas. Negara juga tidak memiliki kepastian hukum untuk menindak tegas segala bentuk kejahatan, termasuk kejahatan asusila. Pasalnya, negara telah dipasung oleh kebebasan individu yang dijamin atas nama HAM (Hak Asasi Manusia). HAM telah melegalisasi setiap individu untuk berperilaku bebas, termasuk melakukan seks bebas. Negara membiarkannya bahkan memfasilitasi sarana prasarana yang memungkinkan untuk diakses dalam melakukan perbuatan seks bebas.
Solusi Islam
Bila kembali ke fitrah manusia, tentu tidak ada satu orang pun manusia yang menyetujui aktivitas seks bebas. Allah berfirman dalam Al Qur’an yang artinya :
“ Maha Suci Allah yang menciptakan semuanya berpasangan daripada yang ditumbuhkan di bumi dan diri mereka, juga daripada apa yang mereka tidak ketahui.”
Surah Yasin: 36
Bingkai pasangan ini, tentu ada dalam pernikahan yang melahirkan perasaaan tentram dan damai :
“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptkan untuk kamu, isteri-isteri daipada jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dengannya dan dijadikan di antara kamu perasaan kasih sayang. Sesungguhnya itu mengandungi ketrangan-keterangan untuk orang yang berfikir.”
Surah ar-Rum:21
Pemenuhan hawa nafsu hanya menjerumuskan manusia pada kehidupan seperti binatang bahkan lebih buruk. [QS. Al FuRqaan (25) ayat 43-44]
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).”
Permasalahannya saat ini adalah apakah kita menginginkan tatanan kehidupan yang baik sesuai fitrah yang diciptakan Allah SWT, ataukah masih terjebak pada pemenuhan hawa nafsu semata dengan berbagai tameng modernitas semu?
Sebenarnya islam sudah memberikan seperangkat aturan, agar permasalahan seks bebas ini bisa diselesaikan. Solusi Islam untuk mengatasi permasalahan seks bebas, sebagai berikut: Pertama, Islam telah memerintahkan kepada kepala keluarga untuk mendidik anggota keluarga dengan Islam agar jauh dari api neraka (tidak melakukan kemaksiatan) (Lihat: QS at-Tahrim [66]: 6).
Kedua, sebagai tindakan preventif, Islam memiliki seperangkat solusi, di antaranya:
1. Islam telah mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat, yang bila dilanggar tentu ada sanksinya. Terkait aurat laki-laki yang wajib ditutup, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya (laki-laki) dari bawah pusar sampai ke dua lututnya merupakan auratnya.” (HR Ahmad).” Adapun terkait aurat wanita, Allah SWT telah merintahkan kaum wanita untuk menutup aurat mereka, termasuk memakai kerudung dan jilbab (Lihat: QS an-Nur [24]: 31 dan al-Ahzab [33]: 59). Dengan tertutupnya aurat pria dan wanita maka pornoaksi dan pornografi tidak akan ada di tengah masyarakat. Dengan begitu, naluri seksual tidak distimulasi pada saat yang tidak tepat.
2. Islam mengharuskan laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan mereka (QS an-Nur [24]: 30-31). Laki-laki tidak boleh memandang perempuan dengan pandangan yang bersifat seksual. Demikian pula perempuan. Mereka harus menghindari diri dari perbincangan yang mengarah pada eksploitasi seksualitas. Perbincangan di antara mereka hanya perbincangan tugas dan keahlian mereka saja demi mewujudkan kebaikan dan kemajuan.
3. Islam menerapkan pemisahan antara tempat aktivitas laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum di tempat-tempat tertentu, seperti dalam aktivitas belajar-mengajar, perayaan berbagai acara, di tempat bekerja (tidak satu ruangan antara manajer dan sekretaris yang perempuan, misalnya).
4. Islam melarang mendekati aktivitas-aktivitas yang merangsang munculnya perzinaan (QS al-Isra’ [17]: 32). Islam, misalnya, telah melarang aktivitas berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan tanpa ada kepentingan yang dibolehkan syariah. Rasulullah saw. bersabda, “Jangan sekali-kali seorang lelaki berdia-duan dengan perempuan (berkhalwat) karena sesungguhnya setan ada sebagai pihak ketiga.” (HR al-Baihaqi).
5. Islam melarang seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan sensualitasnya. Rafi’ ibnu Rifa’a pernah bertutur, “Nabi saw. telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua tangannya. Beliau bersabda “Seperti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagaimana halnya tukang roti, pemintal, atau pengukir.”
6. Islam menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya solusi untuk memenuhi naluri seksual yang sesuai dengan fitrah dan tujuan penciptaan naluri seks. Islam mendorong setiap Muslim yang telah mampu menanggung beban untuk menikah sebagai cara pemenuhan naluri seksual (Lihat: QS an-Nur [24]: 32). Rasulullah saw. juga bersabda, “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu memikul beban, hendaklah ia menikah karena menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Siapa saja yang belum mampu, hendaklah berpuasa, karena puasa dapat menjadi pengendali.”
Ketiga, Islam memelihara urusan masyarakat agar berjalan sesuai dengan aturan Allah SWT. Oleh karena itu, Islam telah menyiapkan seperangkat sanksi yang diterapkan negara bagi pelanggar aturan Allah SWT, dalam hal ini untuk mencegah terjadinya seks bebas, yaitu: Allah SWT menetapkan hukuman rajam bagi pezina muhshan (yang sudah menikah) dan cambuk 100 kali bagi pezina yang bukan muhshan.
Keempat, Islam melarang aktivitas membuat dan mencetak gambar porno serta membuat cerita-cerita bertema cinta dan yang merangsang nafsu syahwat. Para pelakunya akan diberikan tindakan yang tegas tanpa adanya diskriminasi hukum.
Kelima, Islam memerintahkan amar makruf nahi mungkar, tidak boleh membiarkan ada suatu kemaksiatan (Lihat: QS al-Anfal [8]: 25).
Sistem peraturan inilah yang menjamin tatanan kehidupan tentram, dari mulai zaman Rasulullah sampai dengan khulafaur rasyidin, dilanjutkan oleh para khalifah sampai pada masa kemundurannya karena penerapan yang kurang optimal pada waktu tsb.
Oleh karena itu, ketika sudah jelas Islam telah memiliki seperangkat aturan yang menjaga dan melindungi masyarakat dari seks bebas maka sudah seharusnya kita sebagai seorang muslim yang menginginkan kebaikan hidup di dunia dan di akhirat, berpegang teguh terhadap SyariahNya dan menjadikanya sebagai solusi tuntas atas seluruh masalah manusia termasuk masalah seks bebas. Solusi tuntas Islam itu hanya bisa berjalan melalui penerapan sistem politik Islam yaitu Khilafah Islamiyah.
Wallahu ‘alam bishowwab.
Catatan : Dimuat di Sumedang Online kamis 7 februari 2013
http://sumedangonline.com/gunung-es-seks-bebas-dan-pernikahan/12762/#.UhAxx3_cORI
penulis: Ekha Subara