Oleh : Ekha Putri Minangsih Subara
Satu minggu berlalu masa liburan di Sumatera dan 2 minggu di Jawa, time line FB saya banyak menampilkan cerita sahabat sahabat FB yang berlibur di beberapa destinasi wisata. Pada umumnya memang tempat wisata dengan based experience, semacam wisata alam dengan fasilitas ayunan di ketinggian latar hutan, wisata dengan konsep unik macam rumah terbalik atau tema Negara tertentu. Selain itu beberapa keunikan yang melibatkan teknik atau teknologi tertentu macam wisata zona lukis 3,4 ,5 dimensi.
Hal ini memang menggambarkan adanya pergeseran konsumsi masyarakat dari goods-based consumption” (barang tahan lama) menjadi “experience-based consumption” (pengalaman). Fenomena di tahun 2000-an ke atas yang dipopulerkan generasi zaman Y dan Z.
Ada pergeseran gaya hidup yang dianut oleh generasi zaman now dibanding generasi pendahulunya. Kalaulah generasi zaman old gaya hidupnya menumpuk harta kepemilikan seperti membeli rumah, koleksi mobil, sawah, kebun, ruko dll.
Generasi zaman now justru menganut prinsip minimalist lifestyle yaitu mengganti barang kepemilikan dengan sharing economy (berbagi kendaraan, tempat usaha,tempat kerja dll ). Merubah basis gaya hidup dari barang barang fisik ke material abstrak.
Pertanyaan bagi saya adalah…
Apakah nilai kebahagiaan mereka berubah?
Saya pikir tidak, selama standar pemenuhan kebutuhan manusia baik kebutuhan fisik atau naluri hanya dipandang sebagai pemenuhan kebutuhan saja maka dia hanyalah pemenuhan kebutuhan semata tanpa ruh.
Gambaran sifat materialistis yang tertanam di generasi old yang suka menimbun harta serta pamer barang mewah di rumahnya atau di kantornya tetap sejalan dengan aktifitas kebanggan materi abstrak ketika sudah mendapatkan capaian destinasi wisata yang diinginkan atau experience tertentu yang diharapkan.
Ya kesenangan semu yang hanya ada ketika barang atau materi abstrak tadi dikonsumsi. Sifatnya sementara. Bila tidak sedang mendapatkan barang baru atau experience baru maka dirasa hidup hampa dan kosong.
Kebahagiaan hakiki tentu bersifat abadi dia tidak terikat adanya barang pemenuh kebutuhan hidup atau experience tertentu tapi tentang perjalanan tanpa henti menggapai Ridho-Nya. Baik dalam keadaan terpenuhi kebutuhan jasadiyah atau pun tidak. Baik ketika ada kegiatan yang memberi experience tertentu atau tidak.
Itulah kebahagiaan ketika dalam kondisi apapun kita memenuhi seruanNya, terikat dengan hukum syara yang dijelaskan Al Qur’an dan As Sunnah. Hingga tidak pernah ada rasa penyesalan di kemudian hari. Dan hidup ini terasa utuh dan penuh. Karena hidupnya sangat hidup.
maka bukan tentang kita membeli apa atau kita pergi kemana, bahkan kita tak punya apa apa atau tak pergi kemana mana, tak masalah dengan semua itu asal kita tetap di jalan Allah.