Oleh : Ekha Putri Minangsih Subara
Di Sumatera , pembagian raport pada umumnya berlangsung sabtu kemarin tanggal 23 desember, dan di Jawa Barat saya lihat kebanyakan sudah dilakukan lebih dulu 1 minggu.
Lalu pertanyaan standar orangtua, kakek nenek, paman bibi, tetangga dan orang yang baru bertemu saat liburan setelah pembagian raport adalah …
“Rangking berapa dek ?”
Saat ini Rangking siswa biasanya didapat dengan mengakumulasi jumlah nilai kognitif, afektif dan psikomotorik. Guru biasanya memiliki beberapa cara dalam mengumpulkan nilai tersebut seperti nilai ujian, nilai tugas, nilai praktek dan pengamatan sikap sehari –hari.
Namun perlu dicatat biasanya nilai nilai ini hanya berkaitan dengan sekolah saja. Bukan tentang keseharian di rumah juga.Setelah itu baru kemudian gabungan nilai tadi didaftar dan diurut dari yang paling besar ke yang kecil. Urutan inilah yang menentukan rangking per kelas per sekolah.
Penentuan rangking dengan cara diatas disebut dengan Penilaian Acuan Normatif.
Cirinya bersifat “relative”. selain itu :
– Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan siswa (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
– Penilaian Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.
– Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok. Siswa disekolah tersebut
jadi dari sana kita dapati fakta, siswa yang rangking 1 di suatu sekolah sebenarnya bisa jadi adalah rangking 20 di sekolah yang lain. Maka pengetahuan kualitas para siswa yang menuntut ilmu di suatu sekolah tertentu itu sangat penting untuk melihat gambaran yang sebenarnya tentang kemampuan seseorang.
Maka kurang bijak rasanya hanya bertanya rangking (kalau itu mau digunakan sebagai standar gambaran kemampuan seseorang).
Yuk kita tanyakan seseuatu yang lebih spsesifik dan jelas acuannya dalam tumbuh kembang anak ketika kita berbasa basi sekedar ingin tahu kemampuan suatu anak. Misal : Shalat 5 waktunya bolong bolong gak dek ? sambil senyum penuh kasih sayang. Atau hapalan Qur’annya sudah sampai mana? Atau bisa juga… suka bantu mama di rumah gak ?
Lebih jauh lagi menurut saya , coba tanyakan … Sudah punya karya apa saja selama ini ? buat robotkah ? Program daur ulang sampahkah? Proyek bisnis kecil kecilan kah ? dll. Karya atau suatu projek sesederhana apa pun adalah kumpulan dari berbagai disiplin ilmu dan terapan yang akan berguna bagi kehidupannya kelak ketika anak dewasa. Bahkan suatu karya bisa menunjukkan kualitas problem solving seseorang yang mutlak diperlukan dalam kehidupannya sehari hari.
So masih hanya akan bertanya: “Rangking berapa dek ?”
NB : Catatan resah seorang ibu yang piala anaknya ada di rak dari sekolah terakreditasi A dg nilai nyaris perfect 99, namun lebih bahagia ketika anaknya punya karya dan projek (robotic project dan musholla project) dibanding piala atau rangking kecil saja di raport.