Ekonomi Kreatif, Buruh dan Perempuan

Inspirasi Islami Perempuan, Keluarga dan Anak

Minggu, 18 Agustus 2013

Ekonomi Kreatif, Buruh dan Perempuan

Ekonomi Kreatif, Buruh dan Perempuan

Berbagai rangkaian acara dalam menapaki usia 434 tahun Sumedang  diwarnai dengan tema pemberdayaan potensi ekonomi kreatif di Kabupaten Sumedang. Tema  ini bukan tanpa alasan tentunya. Berbagai proyek nasional yang hadir di Sumedang tak ayal sedikit demi sedikit merubah tatanan ekonomi dan sosialnya. Sumedang yang semula merupakan daerah agraris harus merubah diri mengikuti hilangnya 4000 ha lahan pertanian akibat proyek Jatigede dan Cisumdawu.

Searah dengan   Alvin Toffler (1980) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi kedalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri. Ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan gelombang keempat yang  merupakan gelombang ekonomi kreatif dengan berorientasi pada ide dan gagasan kreatif.

Ekonomi kreatif dianggap solusi atas berbagai masalah ekonomi yang dihadapi Sumedang. Termasuk permasalahan Laju Pertumbuhan Ekonominya yang rendah (4,22 %- Bapeda 2010) diantara LPE Jawa barat sebesar 6,07 %. Ke depan, keberadaaan  proyek Jatigede dan Cisumdawu diprediksi akan membuat kota Sumedang (Sumedang utara – Sumedang Selatan)ditinggalkan dari perlintasan darat. Tantangan terbesar Sumedang adalah mendatangkan orang yang menyengaja datang untuk bertransaksi ekonomi. Magnet tersebut dimungkinkan sebagai produk ekonomi kreatif.

Sumedang memang memiliki banyak potensi ekonomi kreatif. Diharapkan bidang-bidang ini menjelma menjadi industri  yang menyerap tenaga kerja. Sesuai dengan penggalian di 13 bidang ekonomi kreatif  yaitu Periklanan, Kesenian dan barang antik, kerajinan tangan, desain,tata busana film dan video, perangkat lunak hiburan interaktif , musik, seni pertunjukan, publikasi, jasa komputer, televisi, radio. Namun sekarang ini Sumedang masih meraba-raba arah inti ekonomi kreatifnya.

Sampai saat ini, industri kecil bidang pangan dan kerajinan tangan masih menjadi penyangga ekonomi Sumedang melalui 2.502 unit industri kecil yang menyerap tenaga kerja sebanyak 8297 orang (Kabar Priangan 21 April 2012). Dapat dimaklumi, tenaga kerja di bidang pangan & kerajinan tangan ini banyak dilakukan oleh perempuan. Contohnya Usaha pangan unggulan Sumedang seperti Opak Conggeang, Sale Pisang, Cireng garing & Comro garing. Lebih jauh dari itu, seperti diketahui bersama, industri garmen dan tekstil telah banyak memperkerjakan perempuan.  Banyak terjadi buruh perempuan dengan jam kerja yang panjang.

Disinilah akhirnya arah kebijakan ekonomi kreatif Sumedang harus di rumuskan.  Kemana arah pemberdayaan perempuan Sumedang dalam ekonomi kreatif yang diluncurkan.  Ketika ekonomi kreatif ini diharapkan menjadi lokomotif ekonomi Sumedang , apakah capaian prestasi ekonomi yang diraih hanya  merujuk pada kriteria fisik  semacam angka-angka dalam IPM. Atau juga merujuk pada tatanan ekonomi sosial seperti harapan masyarakatjawa barat yang sesungguhnya  terkenal sebagai gemah ripah repeh rapih(subur makmur, cukup sandang dan pangan serta rukun dan damai atau aman sentosa).
    
Masa transisi dari daerah agraris ke industri tidak bisa dipungkiri mengokohkan Sumedang sebagai daerah Sub urban dengan berbagai tantangannya. Menurut Fika M Komara sebagai peneliti muda UI,  Perpindahan dari desa ke kota, dari daerah satu ke daerah lainnya, juga perpindahan melintasi perbatasan nasional suatu negara dalam konteks tumbuhnya “global cities” atau daerah urban global, ataupun wilayah penyangga perkotaan untuk mendukung pesatnya perindustrian.
Semua fenomena migrasi sosial ini tentu menimbulkan dampak yang signifikan, utamanya pada tatanan sosial yaitu terhadap struktur keluarga muslim di Asia Tenggara. Nilai – nilai hidup berkeluarga sesuai tuntunan Islam telah semakin memudar, sehingga muncullah bentuk-bentuk keluarga yang tidak lagi berada pada koridor Islam, semacam :
•  Bentuk keluarga urban dimana suami istri bekerja, sementara pengasuhan anak diserahkan pada pembantu,
•    Bentuk keluarga migran yang anggota keluarganya hidup jauh terpisah,
•  Bentuk keluarga sambung (patchwork family), karena pernikahan baru, setelah sebelumnya terjadi perceraian, dan
•    Bentuk keluarga single parent akibat hubungan tanpa pernikahan, dan sebagainya

Semua itu merupakan dampak dari migrasi sosial akibat tuntutan sosial ekonomi yang tidak bisa dihindari. Akibat yang paling menakutkan adalah rusaknya generasi, karena perhatian kaum ibu terforsir pada pekerjaan yang seringkali menuntutnya terpisah jauh dari anak-anaknya.
(http://geostrategicpassion.blogspot.com)

Dampak dari migrasi sosial ini tentu harus diantisipasi. Tidak perlu jauh-jauh studi banding, khasanah & risalah islam sendiri telah memberikan pengaturannya. Menempatkan perempuan pada fungsi utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga adalah langkah bijak. Namun perlu digarisbawahi disini. Perempuan dengan fungsi utama sebagai ibu & pengatur rumah tangga bukan berarti dia tidak terlibat langsung dalam aspirasi pembangunan tatanan kehidupan yang tinggi. Sudah dipahamai bersama bahwa dalam islam perempuan bekerja hukumnya mubah (boleh). Selain itu, kehidupannya di ranah publik sebuah keniscayaan sebagai anggota masyarakat. Namun tentu, aktivitas yang dilakukan di ranah publik ini harus terikat dengan aturan Allah.

Lebih jauh dari itu, dengan peran perempuan yang kodrati . Justru nilai strategis di masyarakat bisa teraih. Ketika seorang ibu mampu melakukan fungsi utamanya secara sempurna,  misalnya mengandung dan melahirkan dalam suasana yang kondusif, nilai capaian kesehatan masyarakat menjadi tinggi.  Ketika pun, seorang ibu mampu menjadi sekolah pertama dan utama bagi anaknya maka nilai capaian pendidikan mmenjadi lebih tinggi lagi. Ketika pula seorang ibu mampu mengelola rumahnya dengan baik menghadirkan suasana harmonis di tengah-tengah keluarga. Hal ini adalah sumbangan terbesar perempuan dalam pembangunan tata sosial di masyarakat. Sayangnya saat ini, peran perempuan lebih banyak dinilai secara fisik kepada angka-angka produksi atau konsumsi sebagai faktor perhitungan laju pertumbuhan ekonomi secara fisik. Dan berbondong-bondonglah perempuan daerah sub urban mengikuti gaya hidup urban demi angka materi dengan mengabaikan fungsi utamanya yang kodrati.

Ada baiknya kita mengambil pelajaran dari kesahajaan Fatimah r.a. Beliau adalah putri rasulullah yang senantiasa ikut berjuang dalam pahit getirnya memperjuangkan islam melawan kafir Quraisy bersama ayah bundanya.  Setelah menikah, tidak luntur semangatnya dalam memperjuangkan islam, tapi ia pun memahami fungsi strategisnya sebagai ibu & pengatur rumah tangga. Beliau mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang berat dengan tangannya sendiri serta mendidik putra-putrinya hingga menjadi anak –anak pejuang islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kpd Siti Fatimah: ” Wahai Fatimah, wanita yang berkeringat. Ketika wanita menggiling gandum untuk suami dan anaknya. ALLAH akan menjadikan antara dirinya dan Neraka tujuh parit. Wanita yang meminyaki dan menyisiri rambut anaknya, serta mencuci pakaian mereka. ALLAH akan mencatat pahala seperti memberi seribu orang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang telanjang. Sedangkan wanita yang menghalangi hajat tetanga-tetangganya, ALLAH akan menghalanginya dari meminum air telaga Kautsar dihari kiamat.”

Begitu pula pada masa selanjutnya, perempuan di dalam naungan islam (khilafah)berperan. Fungsi utama sebagai ibu dan pengatur rumah tangga diperhatikan dan dikondisikan agar terwujud kesejahteraan bukan hanya secara fisik tapi juga sosial. 

 Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan:
أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْإِمَامُ الْأَعْظَمُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْؤُولَةٌ عَنْهُمْ، وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya. Imam a’zham (pemimpin negara) yang berkuasa atas manusia adalah ra’in dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Seorang lelaki/suami adalah ra’in bagi ahli bait (keluarga)nya dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Wanita/istri adalah ra’iyah terhadap ahli bait suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah ra’in terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5200, 7138 dan Muslim no. 4701 dari Abdullah bin ‘Umar c)

Tentu aktivitas ini harus diselaraskan dengan kewajiban-kewajiban lainnya yang diperintahkan Allah.

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيراً وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً 

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35)

Wallahu a’alm bishawwab 

penulis: Ekha Subara