Ketika Memilih Pasangan karena Cantiknya

Inspirasi Islami Perempuan, Keluarga dan Anak

Selasa, 06 Desember 2016

Ketika Memilih Pasangan karena Cantiknya






Sebetulnya sejak lama saya ingin menulis tentang hal ini. Namun baru sekarang terlaksana. Dan saya mulai dengan cerita Mark Zuckerberg.
Diantara banyaknya wanita cantik yang ia temui, ternyata dia memilih Priscilla Chan untuk menjadi istrinya. Padahal menurut banyak orang perempuan pilihannya tidak cantik.
Namun Ia menjawab dengan pernyataan yang bijaksana atas masalah ini. Seperti yang ia ungkapkan didepan banyak orang saat kunjungan ke China. “Pertama2 saya ingin membahas, apa itu wanita cantik, apa itu wanita tidak cantik.” Ujarnya.

"Saya berkesempatan bertemu byk wanita cantik, namun wanita cantik kebanyakan hatinya spt kaca, jika sakit manjanya spt putri raja & juga biasanya angkuh, mereka akan bertanya kepada saya, mengapa begitu kaya namun tidak mau ganti mobil. Saya tau tujuan mereka adlh mau pamer di lingkungan teman.
Wanita demikian walaupun secantik apapun, bila sanubari nya hanya menuntut/meminta, tetap kelihatan jelek, jiwanya kotor. Wanita demikian barulah dikatakan sbg wanita berparas jelek, diberikan gratispun saya tidak mau."

"Kecantikan luar akan berkurang nilainya seiring bertambahnya usia, namun kecantikan dari dalam akan bertambah nilainya seiring bertambahnya usia. Dalam hal ini para ahli ekonomi di wall street pasti mengerti, makanya saya sama dgn mereka, tidak akan bersentuhan dgn yg cepat turun nilainya.
Saya mencintai kesederhanaan Priscilla. Saya mencintai penampilannya : bersemangat namun bijak, berani namun penuh kasih, berjiwa pemimpin namun jg bisa mendukung orang lain. Saya mencintai keseluruhannya, saat bersamanya, saya merasa sangat nyaman & relax."

"Saya sama-sekali tidak merasa Priscilla tersanjung karena saya, selain cerdas intelektual tinggi, dia juga punya kecerdasan emosi/sosial yg tinggi, & jangan lupa, Priscilla adalah lulusan kedokteran Harvard, anda bisa coba test masuk universitas tsb, jurusan hukum, kedokteran, ekonomi adalah jurusan rebutan, walaupun lulus test masuk, belum tentu bisa lulus penuh, kalau mau dikatakan tersanjung, lebih tepat saya yg tersanjung karena Priscilla bukan sebaliknya. Perkawinan ibarat sepasang sepatu, hanya yg memakainya tau sepatunya nyaman dipakai atau tidak, Priscilla paling cocok buat saya, saya & Priscilla adalah pasangan paling ideal di bumi ini, saya berkenalan dgn Priscilla saat antrian toilet, di mata Priscilla, saya adalah seorang kutu buku. Ini adalah jodoh.
Di mata kalian, Priscilla tidak cantik, namun di mata saya, dia cantik & paling serasi dgn saya."

Cerita inilah yang mengingatkan saya pada pernikahan 2 pasangan ustadz dan ustadzah yang mengisi hari hari saya sewaktu gadis dengan ilmu dan tsaqofahnya. Lalu kisah pernikahan mereka menjadi model dalam benak saya dalam memilih pasangan (beruntung saya mengenal mereka, semoga Allah menjaga mereka dalam kebaikan selalu).

Yang pertama adalah ustadz lulusan pesantren. Waktu itu masih muda, dia meminta dicarikan istri yang memiliki tsaqofah tinggi untuk menguatkan dia mengarungi medan dakwah. Saya tersentuh dengan ketawadhuannya. Dengan ilmu Bahasa arab yang dimilikinya (mimpi aja pake b.arab kali …, ilmu fiqh dan lainnya). Rendah hati sekali dengan segala ilmunya masih merasa kurang ilmu untuk meminta dicarikan pasangan perempuan matang dalam dakwah dengan tsaqofah yang tinggi yang ada di kota saya waktu itu.

Terpilihlah usatdzah saya, Tidak putih, tidak tinggi dan langsing. Serta pautan umur yang berbeda. tanpa banyak ini itu… hanya hitungan bulan, pernikahan disiapkan. Jadilah pernikahan tersebut dengan sederhana dan khidmat. Kini … saya mengenal mereka sebagai pemilik dan pengasuh pondok pesantren di Ujung barat P.Jawa. memiliki anak yang hafidzh Qur’an, berkeliling dakwah ke nusantara. Dan banyak  buku buku terjemahan beliau saya kaji.

Apa yang diniatkan itulah yang Allah wujudkan…

Satu lagi. Saya mengenal mereka sejak awal, masing masing sangat gigih memperjuangkan dakwah di kota saya.  maasyaa Allah… ustadz muda ini memilih pasangannya dengan diagram cartesius. Dengan segala data dan informasi memberi bobot lebih pada tsaqofah dan kematangan dakwah akhwat kandidatnya… gak bawa perasaan. Melainkan pakai hitungan matematika…terjadilah pernikahan dengan ustadzah saya yang lain. Parade AL Liwa dan Ar Rayah mengantarkan pengantin pria. Disambut kekhidmatan akad pernikahan yang hanya disiapkan 1 bulan tanpa banyak pernak pernik tak perlu. 

Dan kini pasangan tersebut mengelola sekolah dengan basis tahfidz Qur’an dengan anaknya yang baru setara SD sudah banyak hapal Qur’an. Gigih dalam dakwah… dan setiap perbincangan di rumahnya adalah ilmu dan dakwah…

Apa yang diniatkan itulah yang Allah wujudkan…

Saya melihat ada benang merah antara  cerita mark Zuckerberg ini dengan para ustadz saya dalam memilih pasangan. Zuckerberg dengan pemikiran kapitalis humanis nya menempatkan kecantikan fisik sebagai nilai yang rendah… dia memiliki visi ideology sebagai manusia yang ingin membangun peradaban. Dan dia butuh wanita secerdas  Priscilla untuk bersamanya dalam mengarungi medan kehidupan.

Begitu pun para ustadz saya, mereka mengambil yang utama dari hadits berikut :
 Dari Abu Hurairah – rhadiyallahu anhu – dari Nabi Muhammad SAW, beliau berkata: “Seorang perempuan dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, (atau) karena agamanya. Pilihlah yang beragama, maka kau akan beruntung, (jika tidak, semoga kau) menjadi miskin”.

Yaaa mereka pilih perempuan karena agamanya. Bahkan lebih dari itu… mereka memilih perempuan-perempuan tersebut  karena agamanya menuntun mereka dalam cita cita yang tinggi, yaitu membangun perdaban islam.

Tentu saja saya tidak ingin membandingkan antara Zuckerberg dengan ustad-ustadz tersebut, it’s not apple to apple. Intinya seharusnya seorang muslim malu bila dia menikah  namun miskin visi perjuangan peradaban. Zuckerberg yang bukan orang islam saja memiliki visi kuat atas ideologinya yang ia gunakan untuk membangun peradaban versi dia.

Apabila seorang muslim memilih pasangan karena fisiknya atau hartanya tentu saja masih sah di mata hukum syariah pernikahannya tersebut, namun Nampak sekali miskin visinya dalam perjuangan pembangunan peradaban islam . makin spesifik Visi dakwah itu dibangun tentu makin baik, ditambah dengan misi yang konkret dan turunan program dalam keluarga yang akan dilaksanakan.

Ada baiknya kita belajar dari pasangan berikut, para pejuang islam yang telah mencetak generasi penakluk. Saya ambil dari buku “Muslimah negarawan” tulisan Fika Komara.
Sebagai gambaran kita bisa lihat contoh real orangtua yang mampu membentuk karakter pemimpin dan penakluk pada anak dengan cita cita besar menjadi keluarga pejuang peradaban islam.

Dialah orangtua Shalahudin al ayyubi penakhluk Baitul Maqdis. Petikan percakapan calon ibu dan calon ayahnya Shalahudin Al ayyubi:

Gadis itu menjawab, “Wahai, Syaikh. Ia adalah sebaik-baik pemuda yang punya ketampanan dan kedudukan, tetapi ia tidak cocok untukku.” Syaikh berkata, “Siapa yang kau inginkan?” Gadis itu menjawab, “Aku ingin seorang pemuda yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan darinya anak yang menjadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin."

Dia cocok untukku! Najmuddin bagai disambar petir saat mendengar kata-kata wanita dari balik tirai itu. Seketika itu Najmuddin berdiri dan memanggil sang Syaikh, “Aku ingin menikah dengan gadis ini.”

Syaikh mulanya kebingungan. Namun, akhirnya beliau menjawab dengan heran, “Mengapa? Dia gadis kampung yang miskin.”
Najmuddin berkata, “Ini yang aku inginkan. Aku ingin istri salihah yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan anak yang dia didik jadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin.”

Maka, menikahlah Najmuddin Ayyub dengan gadis itu. Tak lama kemudian, lahirlah putra Najmuddin yang menjadi ksatria yang mengembalikan Baitul Maqdis ke haribaan kaum muslimin. Anak itu lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M. Namanya adalah Yusuf bin Najmuddin al-Ayyubi atau lebih dikenal dengan nama SHALAHUDDIN AL AYYUBI. Seorang pemimpin, ulama dan penakluk Yerussalem setelah 88 tahun dikuasai serdadu Perang Salib.