Sisi Lain (Catatan Refleksi KPI Sumedang)

Inspirasi Islami Perempuan, Keluarga dan Anak

Minggu, 18 Agustus 2013

Sisi Lain (Catatan Refleksi KPI Sumedang)

Sisi Lain (Catatan Refleksi KPI Sumedang)

Setiap usai acara, rasa hati menggebu-gebu ingin belajar kepada Adrie Subono, bosnya Javamusikindo. Sepengetahuan saya, dia begitu piawai mengorganisasi acara hingga mampu menyampaikan pesan konsep pertunjukan yang diinginkan. Selain dia, masih ada Mira Lesmana bosnya miles production, saya suka perempuan ini karena setiap karyanya tidak hanya baik dari sisi produksi, tapi juga mampu menjadi "trend" dengan istilah lain ia mampu melakukan brand marketing yang sukses.

Namun dibalik itu, kesuksesan mereka berdua tentu karena didukung tim yang hebat. Lihat saja kesuksesan "laskar Pelangi Musikal",  Mira lesmana bermitra dengan riri riza untuk sutradara, hartati untuk penata tari, jay subiyakto untuk  penata seni panggung dan erwin gutawa untuk penata musik. Wuih... saya merinding mendengar nama-nama itu. Orang-orang yang memang memiliki ilmu & pengalaman di bidangnya.

Tidak seperti saya dan tim acara disini. Pengalaman menjadi ketua ekskul drama ketika SMA ditambah beberapa even di kampus menjadi bekal minimalis untuk membuat kemasan acara. Didukung oleh sahabat yang ditembak langsung untuk membuat skenario acara dalam waktu 1 malam dengan alasan ia suka membuat catatan di facebook... hahay. Lengkaplah 1 minggu yang sibuk untuk persiapan acara. Sisanya, ada anak-anak HSG Khoiru ummah KU 31 dan beberapa aktivis remaja putri HT untuk diaudisi. Tanpa ada diantara mereka yang pernah ikut kelas akting, vokal atau musik. Semuanya anak pengajian yang lebih akrab dengan kitab serta irama metode ummi.

Hasilnya bisa dibayangkan. Hampir tiap hari skenario berubah. hampir tiap hari pemain pun berganti. bahkan sampai detik-detik naik panggung, masih ada anak-anak keluar masuk tim mengikuti kondisi mood dan pikiran kanak-kanak mereka. Lebih mencemaskan ketika gladi resik dilakukan.  Anak-anak pengisi acara takjub panggung, bukannya berakting sesuai skenario, mereka malah asyik main berlari-lari dan berebut mic. Masing-masing ingin eksis mendengar lengkingan suara mereka di mcrophone. OOOww.... wussss.... fuuuuh.... woooowoooo.... hhhuuuu....... saling bersahutan.

Tibalah pada hari H, Bismillahi amantu billah, tawakkaltu 'alallahi la haula wala quwwata illa billahi-'aliyyil-'azim. Semoga briefing di awal perkara kemasan acara tempo lalu masih diingat oleh para pengisi acara. “ Kita bukan orang-orang yang dibayar oleh produser sekelas Mira Lesmana, bahkan saya tidak bisa menjanjikan nasi kotak sekali pun, untuk mambayar adik-adik. Tapi Biarlah Allah yang membalas kalian. Kalau saja Mira Lesmana dan timnya mampu memberikan yang terbaik untuk pesan dalam karyanya. Masa kita yang berideologi islam tidak mampu memberikan yang terbaik untuk dakwah, demi pesan islam kita? Ujar saya waktu itu.

Hasilnya cukup mencengangkan. Anak-anak bisa berdiri manis sesuai skenario, mereka tertib dalam memegang mic. Para remaja pun memberi kejutan,  penjiwaan yang baik ketika memerankan tokoh-tokoh di dalam skenario. Hasilnya beberapa tamu undangan menitikkan air mata, yang lain tertegun ...haru.

Perasaan saya membuncah senang. Sejak awal saya tahu , saya akan bangga kepada mereka. Bukan karena mereka artis profesional dengan talenta hebat. Tapi justru orang-orang yang awalnya biasa saja, tidak pernah ikut kelas akting, vokal atau musik sekali pun, namun karena keikhlasannya dalam berbuat, mampu memberikan yang terbaik untuk pesan dakwah.

Namun saya tetap menyimpan cita-cita ingin belajar mengemas acara kepada orang-orang hebat di bidangnya. Entah akan kesampaian atau tidak. Yang jelas, tentu kita harus lebih baik dari sebelumnya bukan?. Semoga tim yang lain juga memiliki keinginan yang sama. Meski pembelajaran ini, hanya upaya untuk menjadi masing-masing pribadi yang lebih baik.

 Selebihnya dari itu, saya yakin. Pesan dakwah tidak harus sampai pada seseorang dengan aksi panggung yang memukau ala pemain teater lulusan IKJ, dengan penataan cahaya ala perusahaan mata elang punyanya papa vidi aldiano, dengan musik yang elegan ala orkestra erwin gutawa. Bahkan mungkin Allah akan membolak-balikkan hati seseorang di kota kecil kami seperti Sumedang. Dimana tidak ada gedung yang memiliki tata cahaya, tidak ada gedung yang memiliki panggung dengan gorden buka tutup,  serta tidak ada gedung tanpa gaung. Subhanallah, Allah Maha Adil... dia akan membalikkan hati bagi orang yang dia inginkan. Semoga Allah berkenan membalikkan hati tamu undangan yang hadir untuk jadi pejuang Islam.

Catatan kecil : Dan saya berharap nanti, akan cukup nasi bakar untuk seluruh pengisi acara. Hingga saya tidak perlu menjawab “ nanti ya! Kita tunggu dulu tamu undangan makan, kalau ada sisa, baru kita makan...” Ketika ada pengisi acara yang bertanya ” teh, boleh gak kita makan!” 

penulis: Ekha Subara