Rabu, 03 Januari 2018
Belajar Jurnalistik
Oleh : Ekha Putri Minangsih Subara
Ada seorang teman yang minta belajar jurnalistik , di iya in aja... Emang lagi rindu jurnalistik juga, setelah cukup concern ilmu bisnis 2 tahun terakhir. Jadinya sy coba buka buka lagi materi jurnalistik waktu sy magang di Pikiran Rakyat dan waktu sy jd wartawan di majalah DPRD Sumedang....
Tapi yg menarik sy ketemu paragraf ini :
Amat menarik bagaimana seorang penulis berikut ini mengumpulkan bahan tulisan. Coba saja kita perhatikan:
Maurice Zolotov, penulis spesialis profil tokoh hiburan, sangat tekun mengumpulkan bahan. Suatu ketika ia akan menulis perihal pemain opera Salvatore Baccaloni. Apa yang dilakukannya?
Pertama, ia membaca delapan buku perihal opera. Padahal, tak satu pun menyebutkan nama Baccaloni.
Kedua, dia menonton opera di Metropolitan Opera. Bukan pertunjukan Baccaloni. Zolotov menyempatkan melihat-lihat ke belakang panggung dan ngobrol dengan awak panggung, hanya untuk merasakan bagaimana menjadi pemain opera.
Ketiga, barulah Zolotov membaca semua kliping mengenai Baccaloni di terpustakaan New York Times.
Keempat, mewawancarai Baccaloni sebanyak enam kali.
Kelima, ia terbang dari New York ke Boston cuma untuk menonton pertunjukan Baccaloni.
Selesaikah ia mengumpulkan bahan? Belum juga karena ia masih mewawancarai Sepuluh orang yang mengenal Baccaloni. Semua bahan itu ia endapkan beberapa hari dalam pikirannya.
Lalu, ia menulis irtikel bertajuk "Opera's Funny Man” sebanyak 20 halaman dalam tempo tiga hari. Nyata benar bedanya dengan umumnya wartawan kita yang hanya mengumpulkan bahan dengan mewawancari narasumber cuma satu atau dua jam. Sudah dapat
ditebak, bahan yang terkumpul pun amat miskin. '
Imam Ghazali Dan Mahasiswa Jaman Now
Oleh : Ekha Putri Minangsih Subara
Tertegun pada banyak kejadian di Mahasiswa sekarang, menggadaikan intelektualitasnya demi sepiring nasi.
Jadi teringat kisah Imam Ghazali selepas ditinggal wafat ayahnya dan gurunya yang fakir waktu itu tak dapat meneruskan pembelajaran kepada beliau karena tak ada bekal lagi, bahkan untuk makan.
Lalu gurunya menasihatkan beliau untuk masuk madrasah saja agar bisa dapat makanan. Lalu beliau masuk madrasah dengan niat agar bisa makan. Maka dia mendapatkan kenyataan dia tak pernah pintar.
Sampai suatu kesadaran pada dirinya muncul, ya ... aku tak mampu menguasai ilmu karena niatku untuk belajar di madrasah untuk makan bukan untuk ilmunya yang akan diamalkan demi Izzah Islam.
Sejak itu, ia mengubah niatnya dan melesatlah ia menjadi ulama yang tinggi ilmunya hingga jabatan yang tinggi menghampiri... sekali lagi karena ia telah mengubah niatnya Lillahi ta'ala dalam mencari ilmu.
Seperti ditulisnya dalam "Thabaqat Asy Syafi'iyah 6/193-194.
"Kami menuntut ilmu bukan karena Allah ta’ala , akan tetapi ilmu enggan kecuali hanya karena Allah ta’ala.”
#mahasiswajamannow
#nasihatuntukmahasiswajamannow
Algoritma berjamaah…
Oleh : Ekha Putri Minangsih Subara
Bagi pengguna Facebook dari awal tentu akan merasakan perubahan tampilan yang tayang di news feed kita masing masing.
Di awal awal, facebook hampir memunculkan seluruh status teman yang diposting saat itu. Namun sekarang , hanya orang orang yang terkoneksi yang muncul statusnya di news feed kita.
Kali ini saya tidak akan bahas algoritma Facebooknya… ini akan jadi pembahasan bisnis iklan nantinya … hehehe.
Namun saya ingin mengungkapkan bahwa Mark Zuckerberg menginginkan faceboook sebagai media social yang mirip dengan keadaan di dunia kita sebenarnya.
Bahwa dari sekian ribu teman kita, hanya beberapa ratus orang yang sebenarnya berinteraksi dengan kita.
Dari jumlah di atas, dikerucutkan lagi hanya puluhan orang yang benar benar intensif berinteraksi dengan kita tanpa jaga image, rasa sungkan dan keberanian untuk sekedar mengekspresikan perasaannya dengan Like, share dan comment.
Algoritma Facebook ini sebenarnya gak pinter pinter amat… dalam arti bandingannya dengan system kerja otak manusia, dia merekam kesamaan kata kata yang sering dibicarakan, topic topic yang sering dikomentari, gambar gambar yang dishare dsb.
Tidak aneh … postingan tentang keluarga umumnya mucul di keluarga kita, postingan dakwah akan muncul di teman pengemban dakwah dan postingan bisnis kita munculnya di news feed kolega bisnis kita.
Perasaan, pemikiran dan perhatian topic adalah yang mengelompokkan teman teman kita oleh algoritma Facebook ini.
Hal ini persis dalam kondisi berjamaah, Perasaan, pemikiran dan aturan itulah yang menyatukan bukan yang lain. Begitulah algoritmanya bekerja.
Membeli dari saudara muslim itu membahagiakan...
Oleh : Ekha Putri Minangsih Subara
Apalagi saudara kita itu pengemban dakwah, kita yakin keuntungan perniagaan yang kita lakukan meski sedikit akan berkontribusi untuk dakwah juga.
Bagaimana tidak ?
Kalau keuntungan itu jadi makanan maka makanan itu akan menjadi tenaga untuknya menyeru kepada Allah,
kalau keuntungan itu jadi pakaian maka pakaian itu akan jadi penutup aurat ketika dia bertemu orang orang untuk diseru.
Kalau pun keuntungan itu jadi naungan , maka hal itu akan menjadi pelindung panas dan hujan para pencari ilmu,
dan bila pun keuntungan itu jadi kendaraan maka kendaraan itu akan membawanya ke tempat ia berdakwah...
Barakallahu lakum : untuk semua pengusaha pengemban dakwah....
Selasa, 02 Januari 2018
Analisis Pemberitaan Terhadap Islam
Oleh : Ekha Putri Minangsih Subara
1 Bagian Pendahuluan
Analisis Pemberitaan Terhadap Islam
( dengan pisau model propaganda Noam chomsky)
Melihat berbagai pemberitaan media mainstream yang sering menyudutkan kaum muslimin, saya tertarik untuk berbagi tentang analisis media yg disampaikan beberapa peneliti dalam suatu training jurnalistik.
Beberapa postingan saya ke depan akan membahas model propaganda dari Noam Chomsky. Dan sebelum itu kalau kita lihat faktanya, berita media bisa dipahami seperti sebuah lapisan, dimana teks dihasilkan dari proses yang terjadi di ruang redaksi dan konteks dimana media hadir dan saat peristiwa tersebut terjadi.
Ruang redaksi bukanlah sebuah kotak yang netral, sebaliknya ruang redaksi sangat rentan dipengaruhi oleh berbagai kekuatan baik internal atau pun eksteral -----pemerintah (kekuasaan politik), pengiklan, kelompok penekan, pemilik media, pengusaha dan sebagainya.
2 Filter Pemilik Media
Dari kelompok media yang ada di Indonesia, setidaknya ada 10 kelompok terbesar. Ada kelompok media yang terintegrasi dengan memiliki media cetak, radio, televisi dan online (seperti Media Nusantara Citra Group, Media Group, Jawa Pos Group dan Kompas Gramedia Group).
Sementara ada kelompok media yang untuk sementara hanya berkonsentrasi ke beberapa media saja, seperti Elang Mahkota Teknologi (EMTEK) Group dan Trans Corp/ PARA Group yang kuat di media televisi. Atau kelompok media Femina Group dan Mugi Reksa Aditama (MRA) Group yang kuat di media cetak dan radio.
Kelompok besar di bidang media ini sebenarnya bukan berlatar belakang industri media, bahkan bisnis media ini hanya bagian kecil dari bisnisnya.
maka sudah bisa dipahami bisnis media ini menjadi lahan propaganda atas bisnisnya yang lain yang lebih besar, agar bisa diterima masyarakat dengan berbagai literasi yang dipropagandakan terus menerus hingga merubah sudut pandang.
Dalam praktek konglomerasi yang mereka lakukan ada hal hal yang bertentangan dengan Islam seperti kepemilikan Umum yang dikuasai oleh pribadi, praktek praktek kolusi, sistem ribawi dan berbagai hal lainnya.
maka kekritisan pejuang islam atas hal ini akan mereka bungkam di kotak redaksi untuk mengamankan bisnis mereka.
3. Filter pengiklan
Iklan adalah sumber utama bahkan satu-satunya bagi media. Televisi dan radio, hampir 100% pendapatan berasal dari iklan. Sementara untuk media cetak, antara 50-75% pendapatan berasal dari iklan.
Ketika para pengiklan ini adalah orang orang yang tidak suka terhadap islam, atau terancam dengan kebangkitan islam maka tidak aneh opini islam tidak akan terbit di media dengan pengiklan tersebut.
4. Filter nara sumber
Media massa membutuhkan sumber berita (narasumber). Sumber berita tersebut bisa orang yang mengetahui suatu fakta (kejadian), bisa juga orang yang dianggap otoritatif dalam menjelaskan suatu peristiwa. Tanpa narasumber, berita media massa bisa menjadi sekedar rumor..
Sumber berita penting untuk dua hal (Herman and Chomsky, 2002:19). Pertama, kredibilitas berita. Semakin sulit narasumber diraih, semakin prestise suatu berita. Kedua, media bisa mengklaim berita yang dihasilkan “objektif”.
Namun dalam hal ini, ketika pihak tertentu memiliki standar ganda terhadap sudut pandang peristiwa, maka ia akan memfilter narasumber yang hanya menguatkan opini yang ingin dipropagandakan.
Bisa kita lihat, narasumber yang diambil media tertentu saat ini seringkali tidak merepresentasikan islam itu sendiri. Lebih parahnya bahkan mereka membicarakan masalah islam tanpa narasumber dari orang islma itu sendiri.
5. Filter berupa Flak
Yaitu merujuk pada respon negatif pada program atau institusi media. Ia bisa berupa surat, petisi, telepon, gugatan hukum dan bentuk-bentuk camplain dan protes lainnya (Herman and Chomsky, 2002:26).
Flak bisa muncul secara sporadis tetapi bisa juga terorganisir---oleh korporasi atau kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat.
Kasus penolakan liputan media tertentu ketika aksi 212 atau agenda besar umat islam lainnya adalah flak yang nyata.
Flak ini akan dipertimbangkan oleh tim redaksi agar mengeluarkan berita yang lebih berimbang.
namun kadang Flak ini tak dihiraukan dengan anggapan konsumen media tersebut bukan umat islam.
6 dari 6 terakhir. Filter Ideologi
Bisa dipahami bahwa pertarungan ideologi selalu terjadi setiap masa.
Kadang bukan masalah jumlah uang dari pengiklan atau kepentingan bisnis tertentu, ada pihak yang memang mempengaruhi tim redaksi atas ideologi tertentu.
Bagi pihak pihak yang tidak suka islam, hal ini menjadi ajang perang pemikiran yang menantang.
Perempuan dalam Kubangan Industri
Oleh : Ekha Putri Minangsih Subara
Meski beritanya agak tertutup dengan berbagai tragedy tiang listrik, Teroris di Papua yang disebut KKB dan pemberitaan artis lepas kerudung.
Ada peristiwa lain dalam agenda perempuan Indonesia. Ya … Kevin Lilliana meraih gelar Miss International 2017. Dalam final Miss International di Tokyo Dome, Tokyo, Jepang, Selasa (14/11) sore,
Kevin tak kuasa menangis haru saat dirinya resmi mengenakan mahkota dan jubah Miss International tersebut. (https://www.cnnindonesia.com/)
Sebagian orang menganggap hal ini adalah prestasi, namun izinkan saya disini melihat dari sudut pandang islam tentang hal yang meliputi kontes kontes kecantikan seperti itu.
Penting kita cermati. Kontes ini akhirnya menyeret perempuan dalam kubangan industri pariwisata, perdagangan dan penyiaran itu sendiri.
Sayangnya posisi perempuan dalam industri tersebut hanya sebagai etalase pajangan produk-produk industri tadi. Lebih miris, etalase itu lebih bersifat fisik.
Kecantikan tubuh permpuan. Sudah rahasia umum kontes seperti ini di belakangnya ada industri kosmetik, fashion dan hiburan yang menggunakan profile kecantikan kontestan sebagai promosi produk.
Jargon 3 B (Beauty, Behaviour dan Brain) secara fakta tetap memiliki bobot terbesar pada kecantikan. Tidak ada standar khusus untuk kepribadian dan kecerdasan yang harus dimiliki oleh kontestan Miss Internasional atau kontes kecantikan lainnya untuk jadi pemenang.
Pun waktu penilaiannya hanya selama 1 bulan dalam karantina bukan berdasarkan hal yang sudah dilakukan sebelumnya dalam kehidupan kontestan yang berguna bagi masyarakat. Misalnya sebelumnya para kontestan adalah pencetus dan pengelola pemberdayaan masyarakat untuk masalah sampah, anak jalanan, banjir, kemiskinan dll.
Sebagai negara muslim terbesar, hal ini akan membawa preseden yang buruk bagi kehidupan kaum muslimin. Seringkali Indonesia dipandang manjadi “proto type”kehidupan beragama bagi negeri-negeri muslim lainnya.
Penyelenggaraan Miss International ini membuat Indonesia terkesan sepakat dengan sudut pandang Barat (luar islam) yang lebih melihat perempuan sebagai objek eksploitasi fisik untuk kepentingan dunia usaha. Padahal di dalam islam kemuliaan seseorang tidak dilihat dari fisiknya melainkan takwanya.
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” (QS. Al Hujuraat [49]: 13)
Sabda Rasulullah SAW: Sesungguhnya Allah tidak melihat rupamu dan hartamu, tetapi Dia melihat pada hatimu dan amalanmu. [Hadis Sahih Riwayat Imam Muslim]
Selain itu, ada hadits yang secara langsung melarang pemanfaatan sisi keperempuanan dalam usaha sebagai berikut, Diriwayatkan dari Râfi‘ ibn Rifâ‘ah, ia menuturkan:
“Nabi SAW telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan dengan kedua tangannya. Beliau bersabda, “begini (dia kerjakan) dengan jari-jemarinya seperti membuat roti, memintal, atau menenun.” (HR Ahmad).
Berbagai hal terkait kontes kecantikan bagi kaum muslimin tidak bisa disederhanakan sebatas pemakaian bikini atau tidak. Tapi lebih dalam dari itu tentang cara pandang terhadap wanita bukan untuk objek alat industri atas nama kecantikan.
Islam sudah memposisikan perempuan dalam tempatnya yang mulia sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Keberartiannya di masyarakat pun dinilai karena kemanfaatannya secara nyata di masyarakat.
Pemecah Belah Umat Jaman Now…
Oleh : Ekha Putri Minangsih Subara
Beberapa waktu lalu saya mengadakan acara Cinta Rasul yang diisi dengan acara inti ceramah tentang sekilas sirah rasulullah dan bagaiamana kita meneladaninya sebagai acara dalam momen maulid Nabi Muhammad.
Meski sudah jauh dari 12 Rabiul Awal saya berfikir semangat untuk mendalami sirah rasul dan pemaknaan terhadap rasul untuk kemudian nanti menjadi Cinta rasul adalah proses yang tak mengenal waktu.
Sedikitnya saya bisa memahami perasaan Shalahudin Al Ayubi di tahun 1184, ketika semangat Jihad turun dan persatuan kaum muslimin renggang. Terentang 5 abad lebih dari zaman Rasulullah. Akhirnya Shalahuddin Al Ayubi mengisi Peringatan maulid nabi dengan sayembara untuk menulis tentang rasulullah dan puji pujian yang baik terhadap beliau. Hingga melahirkan karya besar Kitab Al Barzanji yang ditulis Syaikh Ja'far Al-Barzanji sebagai pemenang.
Dari situ muncul kembali semangat Jihad melawan pasukan Salib waktu itu dan kaum muslimin bersatu membela agamanya.
Dan kini hampir 8 abad dari peristiwa maulid nabi oleh Shalahuddin Al Ayubi kemudian 14 abad lebih dari Zaman Rasulullah rasanya sejarah terulang lebih buruk. Jangankan semangat Jihad, pemahaman Jihad pun banyak yang tidak sesuai dengan apa yang tertera di Al Qur’an dan As Sunnah.
Persatuan kaum muslimin pun dipahami bukan dalam tali agama Allah. Hingga tidak aneh, orang yang menyerukan persatuan kaum muslimin dianggap pemecah belah. Padahal yang Allah dan Rasul seru adalah :
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ. {ال عمران: 103}
Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai-berai. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu jadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. Dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk. (Ali Imran: 103)
Ayat ini memerintahkan seluruh kaum muslimin untuk bersatu di atas jalan Allah dan melarang kita untuk berpecah-belah. Disebutkan dalam ayat ini, bahwa persatuan yang diperintahkan adalah persatuan di atas kitab dan sunnah atau di atas tali Allah. Barang siapa yang melepaskan diri atau mengambil jalan lain selain jalan Allah, maka dialah yang memisahkan diri dari jama’ah kaum muslimin dan berarti dialah yang menyebabkan terjadinya perpecahan.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud رضي الله عنه bahwa dia berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah menggariskan satu garis (di tanah) dengan tangan beliau seraya berkata: “Ini jalan Allah yang lurus”. Kemudian beliau صلى الله عليه وسلم menggariskan garis-garis di kanan dan kiri garis tadi dan berkata: “Ini jalan-jalan lain, tidak ada satu jalan pun di sana, kecuali ada setan yang mengajak kepadanya”. Kemudian beliau صلى الله عليه وسلم membaca ayat: wa anna hadza shirathii mustaqiiman fattabi’iuhu… (HR. Imam Ahmad, Nasa’i, Darimi, Ibnu Abi Hatim dan Hakim dan beliau menshahihkannya)
Adapun yang dimaksud adalah ayat Allah dalam surat al-An’aam: 153:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. {الأنعام: 153}
Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa. (al-An’aam: 153).
Rangking berapa dek ?
Oleh : Ekha Putri Minangsih Subara
Di Sumatera , pembagian raport pada umumnya berlangsung sabtu kemarin tanggal 23 desember, dan di Jawa Barat saya lihat kebanyakan sudah dilakukan lebih dulu 1 minggu.
Lalu pertanyaan standar orangtua, kakek nenek, paman bibi, tetangga dan orang yang baru bertemu saat liburan setelah pembagian raport adalah …
“Rangking berapa dek ?”
Saat ini Rangking siswa biasanya didapat dengan mengakumulasi jumlah nilai kognitif, afektif dan psikomotorik. Guru biasanya memiliki beberapa cara dalam mengumpulkan nilai tersebut seperti nilai ujian, nilai tugas, nilai praktek dan pengamatan sikap sehari –hari.
Namun perlu dicatat biasanya nilai nilai ini hanya berkaitan dengan sekolah saja. Bukan tentang keseharian di rumah juga.Setelah itu baru kemudian gabungan nilai tadi didaftar dan diurut dari yang paling besar ke yang kecil. Urutan inilah yang menentukan rangking per kelas per sekolah.
Penentuan rangking dengan cara diatas disebut dengan Penilaian Acuan Normatif.
Cirinya bersifat “relative”. selain itu :
– Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan siswa (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
– Penilaian Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.
– Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok. Siswa disekolah tersebut
jadi dari sana kita dapati fakta, siswa yang rangking 1 di suatu sekolah sebenarnya bisa jadi adalah rangking 20 di sekolah yang lain. Maka pengetahuan kualitas para siswa yang menuntut ilmu di suatu sekolah tertentu itu sangat penting untuk melihat gambaran yang sebenarnya tentang kemampuan seseorang.
Maka kurang bijak rasanya hanya bertanya rangking (kalau itu mau digunakan sebagai standar gambaran kemampuan seseorang).
Yuk kita tanyakan seseuatu yang lebih spsesifik dan jelas acuannya dalam tumbuh kembang anak ketika kita berbasa basi sekedar ingin tahu kemampuan suatu anak. Misal : Shalat 5 waktunya bolong bolong gak dek ? sambil senyum penuh kasih sayang. Atau hapalan Qur’annya sudah sampai mana? Atau bisa juga… suka bantu mama di rumah gak ?
Lebih jauh lagi menurut saya , coba tanyakan … Sudah punya karya apa saja selama ini ? buat robotkah ? Program daur ulang sampahkah? Proyek bisnis kecil kecilan kah ? dll. Karya atau suatu projek sesederhana apa pun adalah kumpulan dari berbagai disiplin ilmu dan terapan yang akan berguna bagi kehidupannya kelak ketika anak dewasa. Bahkan suatu karya bisa menunjukkan kualitas problem solving seseorang yang mutlak diperlukan dalam kehidupannya sehari hari.
So masih hanya akan bertanya: “Rangking berapa dek ?”
NB : Catatan resah seorang ibu yang piala anaknya ada di rak dari sekolah terakreditasi A dg nilai nyaris perfect 99, namun lebih bahagia ketika anaknya punya karya dan projek (robotic project dan musholla project) dibanding piala atau rangking kecil saja di raport.
Liburan, Leisure Economy dan Kebahagiaan Hakiki
Oleh : Ekha Putri Minangsih Subara
Satu minggu berlalu masa liburan di Sumatera dan 2 minggu di Jawa, time line FB saya banyak menampilkan cerita sahabat sahabat FB yang berlibur di beberapa destinasi wisata. Pada umumnya memang tempat wisata dengan based experience, semacam wisata alam dengan fasilitas ayunan di ketinggian latar hutan, wisata dengan konsep unik macam rumah terbalik atau tema Negara tertentu. Selain itu beberapa keunikan yang melibatkan teknik atau teknologi tertentu macam wisata zona lukis 3,4 ,5 dimensi.
Hal ini memang menggambarkan adanya pergeseran konsumsi masyarakat dari goods-based consumption” (barang tahan lama) menjadi “experience-based consumption” (pengalaman). Fenomena di tahun 2000-an ke atas yang dipopulerkan generasi zaman Y dan Z.
Ada pergeseran gaya hidup yang dianut oleh generasi zaman now dibanding generasi pendahulunya. Kalaulah generasi zaman old gaya hidupnya menumpuk harta kepemilikan seperti membeli rumah, koleksi mobil, sawah, kebun, ruko dll.
Generasi zaman now justru menganut prinsip minimalist lifestyle yaitu mengganti barang kepemilikan dengan sharing economy (berbagi kendaraan, tempat usaha,tempat kerja dll ). Merubah basis gaya hidup dari barang barang fisik ke material abstrak.
Pertanyaan bagi saya adalah…
Apakah nilai kebahagiaan mereka berubah?
Saya pikir tidak, selama standar pemenuhan kebutuhan manusia baik kebutuhan fisik atau naluri hanya dipandang sebagai pemenuhan kebutuhan saja maka dia hanyalah pemenuhan kebutuhan semata tanpa ruh.
Gambaran sifat materialistis yang tertanam di generasi old yang suka menimbun harta serta pamer barang mewah di rumahnya atau di kantornya tetap sejalan dengan aktifitas kebanggan materi abstrak ketika sudah mendapatkan capaian destinasi wisata yang diinginkan atau experience tertentu yang diharapkan.
Ya kesenangan semu yang hanya ada ketika barang atau materi abstrak tadi dikonsumsi. Sifatnya sementara. Bila tidak sedang mendapatkan barang baru atau experience baru maka dirasa hidup hampa dan kosong.
Kebahagiaan hakiki tentu bersifat abadi dia tidak terikat adanya barang pemenuh kebutuhan hidup atau experience tertentu tapi tentang perjalanan tanpa henti menggapai Ridho-Nya. Baik dalam keadaan terpenuhi kebutuhan jasadiyah atau pun tidak. Baik ketika ada kegiatan yang memberi experience tertentu atau tidak.
Itulah kebahagiaan ketika dalam kondisi apapun kita memenuhi seruanNya, terikat dengan hukum syara yang dijelaskan Al Qur’an dan As Sunnah. Hingga tidak pernah ada rasa penyesalan di kemudian hari. Dan hidup ini terasa utuh dan penuh. Karena hidupnya sangat hidup.
maka bukan tentang kita membeli apa atau kita pergi kemana, bahkan kita tak punya apa apa atau tak pergi kemana mana, tak masalah dengan semua itu asal kita tetap di jalan Allah.
Selasa, 06 Desember 2016
Ketika Memilih Pasangan karena Cantiknya
Sebetulnya sejak lama saya
ingin menulis tentang hal ini. Namun baru sekarang terlaksana. Dan saya mulai
dengan cerita Mark Zuckerberg.
Diantara banyaknya wanita
cantik yang ia temui, ternyata dia memilih Priscilla Chan untuk menjadi
istrinya. Padahal menurut banyak orang perempuan pilihannya tidak cantik.
Namun Ia menjawab dengan
pernyataan yang bijaksana atas masalah ini. Seperti yang ia ungkapkan didepan
banyak orang saat kunjungan ke China. “Pertama2 saya ingin membahas, apa itu
wanita cantik, apa itu wanita tidak cantik.” Ujarnya.
"Saya berkesempatan bertemu byk wanita cantik, namun wanita cantik kebanyakan hatinya spt kaca, jika sakit manjanya spt putri raja & juga biasanya angkuh, mereka akan bertanya kepada saya, mengapa begitu kaya namun tidak mau ganti mobil. Saya tau tujuan mereka adlh mau pamer di lingkungan teman.
Wanita demikian walaupun
secantik apapun, bila sanubari nya hanya menuntut/meminta, tetap kelihatan
jelek, jiwanya kotor. Wanita demikian barulah dikatakan sbg wanita berparas
jelek, diberikan gratispun saya tidak mau."
"Kecantikan luar akan berkurang nilainya seiring bertambahnya usia, namun kecantikan dari dalam akan bertambah nilainya seiring bertambahnya usia. Dalam hal ini para ahli ekonomi di wall street pasti mengerti, makanya saya sama dgn mereka, tidak akan bersentuhan dgn yg cepat turun nilainya.
Saya mencintai kesederhanaan
Priscilla. Saya mencintai penampilannya : bersemangat namun bijak, berani namun
penuh kasih, berjiwa pemimpin namun jg bisa mendukung orang lain. Saya
mencintai keseluruhannya, saat bersamanya, saya merasa sangat nyaman &
relax."
"Saya sama-sekali tidak merasa Priscilla tersanjung karena saya, selain cerdas intelektual tinggi, dia juga punya kecerdasan emosi/sosial yg tinggi, & jangan lupa, Priscilla adalah lulusan kedokteran Harvard, anda bisa coba test masuk universitas tsb, jurusan hukum, kedokteran, ekonomi adalah jurusan rebutan, walaupun lulus test masuk, belum tentu bisa lulus penuh, kalau mau dikatakan tersanjung, lebih tepat saya yg tersanjung karena Priscilla bukan sebaliknya. Perkawinan ibarat sepasang sepatu, hanya yg memakainya tau sepatunya nyaman dipakai atau tidak, Priscilla paling cocok buat saya, saya & Priscilla adalah pasangan paling ideal di bumi ini, saya berkenalan dgn Priscilla saat antrian toilet, di mata Priscilla, saya adalah seorang kutu buku. Ini adalah jodoh.
Di mata kalian, Priscilla
tidak cantik, namun di mata saya, dia cantik & paling serasi dgn saya."
Cerita inilah yang
mengingatkan saya pada pernikahan 2 pasangan ustadz dan ustadzah yang mengisi
hari hari saya sewaktu gadis dengan ilmu dan tsaqofahnya. Lalu kisah pernikahan
mereka menjadi model dalam benak saya dalam memilih pasangan (beruntung saya
mengenal mereka, semoga Allah menjaga mereka dalam kebaikan selalu).
Yang pertama adalah ustadz
lulusan pesantren. Waktu itu masih muda, dia meminta dicarikan istri yang
memiliki tsaqofah tinggi untuk menguatkan dia mengarungi medan dakwah. Saya tersentuh
dengan ketawadhuannya. Dengan ilmu Bahasa arab yang dimilikinya (mimpi aja pake
b.arab kali …, ilmu fiqh dan lainnya). Rendah hati sekali dengan segala ilmunya
masih merasa kurang ilmu untuk meminta dicarikan pasangan perempuan matang
dalam dakwah dengan tsaqofah yang tinggi yang ada di kota saya waktu itu.
Terpilihlah usatdzah saya, Tidak
putih, tidak tinggi dan langsing. Serta pautan umur yang berbeda. tanpa banyak
ini itu… hanya hitungan bulan, pernikahan disiapkan. Jadilah pernikahan
tersebut dengan sederhana dan khidmat. Kini … saya mengenal mereka sebagai
pemilik dan pengasuh pondok pesantren di Ujung barat P.Jawa. memiliki anak yang
hafidzh Qur’an, berkeliling dakwah ke nusantara. Dan banyak buku buku terjemahan beliau saya kaji.
Apa yang diniatkan itulah yang
Allah wujudkan…
Satu lagi. Saya mengenal
mereka sejak awal, masing masing sangat gigih memperjuangkan dakwah di kota
saya. maasyaa Allah… ustadz muda ini
memilih pasangannya dengan diagram cartesius. Dengan segala data dan informasi
memberi bobot lebih pada tsaqofah dan kematangan dakwah akhwat kandidatnya… gak
bawa perasaan. Melainkan pakai hitungan matematika…terjadilah pernikahan dengan
ustadzah saya yang lain. Parade AL Liwa dan Ar Rayah mengantarkan pengantin
pria. Disambut kekhidmatan akad pernikahan yang hanya disiapkan 1 bulan tanpa
banyak pernak pernik tak perlu.
Dan kini pasangan tersebut
mengelola sekolah dengan basis tahfidz Qur’an dengan anaknya yang baru setara
SD sudah banyak hapal Qur’an. Gigih dalam dakwah… dan setiap perbincangan di
rumahnya adalah ilmu dan dakwah…
Apa yang diniatkan itulah yang
Allah wujudkan…
Saya melihat ada benang merah
antara cerita mark Zuckerberg ini dengan
para ustadz saya dalam memilih pasangan. Zuckerberg dengan pemikiran kapitalis
humanis nya menempatkan kecantikan fisik sebagai nilai yang rendah… dia
memiliki visi ideology sebagai manusia yang ingin membangun peradaban. Dan dia
butuh wanita secerdas Priscilla untuk
bersamanya dalam mengarungi medan kehidupan.
Begitu pun para ustadz saya,
mereka mengambil yang utama dari hadits berikut :
Dari Abu Hurairah – rhadiyallahu
anhu – dari Nabi Muhammad
SAW, beliau berkata: “Seorang perempuan dinikahi karena empat
perkara, karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya,
(atau) karena agamanya. Pilihlah yang beragama, maka kau akan beruntung,
(jika tidak, semoga kau) menjadi miskin”.
Yaaa mereka pilih perempuan
karena agamanya. Bahkan lebih dari itu… mereka memilih perempuan-perempuan
tersebut karena agamanya menuntun mereka
dalam cita cita yang tinggi, yaitu membangun perdaban islam.
Tentu saja saya tidak ingin
membandingkan antara Zuckerberg dengan ustad-ustadz tersebut, it’s not apple to
apple. Intinya seharusnya seorang muslim malu bila dia menikah namun miskin visi perjuangan peradaban.
Zuckerberg yang bukan orang islam saja memiliki visi kuat atas ideologinya yang
ia gunakan untuk membangun peradaban versi dia.
Apabila seorang muslim memilih
pasangan karena fisiknya atau hartanya tentu saja masih sah di mata hukum syariah pernikahannya tersebut,
namun Nampak sekali miskin visinya dalam perjuangan pembangunan peradaban islam
. makin spesifik Visi dakwah itu dibangun tentu makin baik, ditambah dengan misi yang
konkret dan turunan program dalam keluarga yang akan dilaksanakan.
Ada baiknya kita belajar dari
pasangan berikut, para pejuang islam yang telah mencetak generasi penakluk.
Saya ambil dari buku “Muslimah negarawan” tulisan Fika Komara.
Sebagai gambaran kita bisa
lihat contoh real orangtua yang mampu membentuk karakter pemimpin dan penakluk
pada anak dengan cita cita besar menjadi keluarga pejuang peradaban islam.
Dialah orangtua Shalahudin al
ayyubi penakhluk Baitul Maqdis. Petikan percakapan calon ibu dan calon ayahnya
Shalahudin Al ayyubi:
Gadis itu menjawab, “Wahai,
Syaikh. Ia adalah sebaik-baik pemuda yang punya ketampanan dan kedudukan,
tetapi ia tidak cocok untukku.” Syaikh berkata, “Siapa yang kau inginkan?”
Gadis itu menjawab, “Aku ingin seorang pemuda yang menggandeng tanganku ke
surga dan melahirkan darinya anak yang menjadi ksatria yang akan mengembalikan
Baitul Maqdis kepada kaum muslimin."
Dia cocok untukku! Najmuddin
bagai disambar petir saat mendengar kata-kata wanita dari balik tirai itu.
Seketika itu Najmuddin berdiri dan memanggil sang Syaikh, “Aku ingin menikah
dengan gadis ini.”
Syaikh mulanya kebingungan.
Namun, akhirnya beliau menjawab dengan heran, “Mengapa? Dia gadis kampung yang
miskin.”
Najmuddin berkata, “Ini yang
aku inginkan. Aku ingin istri salihah yang menggandeng tanganku ke surga dan
melahirkan anak yang dia didik jadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul
Maqdis kepada kaum muslimin.”
Maka, menikahlah Najmuddin
Ayyub dengan gadis itu. Tak lama kemudian, lahirlah putra Najmuddin yang
menjadi ksatria yang mengembalikan Baitul Maqdis ke haribaan kaum muslimin.
Anak itu lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M. Namanya adalah Yusuf
bin Najmuddin al-Ayyubi atau lebih dikenal dengan nama SHALAHUDDIN AL AYYUBI.
Seorang pemimpin, ulama dan penakluk Yerussalem setelah 88 tahun dikuasai
serdadu Perang Salib.
Langganan:
Postingan (Atom)